Saat itu tahun 2012, saya sedang berselancar dengan internet yang pada saat itu kecepatannya masih cukup cepat. Saya tiba pada satu halaman, yaitu good design award 2011. Di deretan penerima penghargaan desain untuk kategori mebel, saya pun melihat satu bench yang cukup familiar di memori saya. Sebuah bench untuk tiga orang dengan bentuk mirip huruf Y jika dilihat dari atas. Berbahan rotan dengan finishing warna abu-abu.
Susungguhnya, pertama kali saya melihat mebel ini adalah pada tahun 2010 di pameran yang diselenggarakan oleh majalah dewi. Kalau tidak salah waktu itu adalah awal tahun, yaitu sekitar Januari. Pameran bertempat di Eastmall Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Alvin Tjitrowirjo, desainernya, saat itu diundang untuk ikut dalam pameran tersebut bersama-sama dengan para finalis penghargaan desain yang diselenggarakan oleh majalah tersebut.
Namun itu bukan pertama kali saya melihat desain tersebut. Alvin sudah pernah mengirimkan sebuah katalog yang mempresentasikan desain itu di sekitar tahun 2009. Namun sat itu desain bench ini memakai material lain, mungkin fiberglass?, dan berwarna hitam. Memang bench yang dinamakan Mingle ini merupakan salah satu tugas kuliah Alvin yang terus ia kembangkan hingga akhirnya bermaterial rotan yang ia produksi di Yamakawa.
Namun yang sangat mengejutkan, rupanya bukan Alvin, desainer produk asal Jakarta yang saya kenal ini yang tertera pada situ resmi good design award 2011 ini, melainkan seorang desainer interior asal Amerika Serikat bernama Janice Feldman. http://www.chi-athenaeum.org/gdesign/2011/furniture/655.html Nama bench yang saya kira adalah Mingle pun ternyata bernama Triad.
Saya kemudian bertanya kepada Alvin, apakah ia tahu ada bench yang mendapatkan penghargaan good design award yang sangat bergenggsi itu, yang sangat mirip dengan Mingle. Rupanya ia sudah tahu mengenai hal tersebut. Ia mengaku diberitahu oleh seorang teman perihal bench Triad yang mendapatkan good design award 2011. Ia mengaku kaget saat itu. Tapi saat saya berkunjung ke studio yang sekaligus butiknya, ia terlihat tenang.
Lalu kami berbincang tentang kesamaan desain. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Ada banyak kemungkinan mengapa banyak desain terlihat serupa pada saat ini. Yang pertama adalah kebiasaan mendesain dengan referensi. Tentu saja referensi selalu dibutuhkan, namun referensi yang sengaja atau tidak berpotensi membuat desain banyak orang menjadi serupa, bahkan ada yang sama, adalah referensi berupa gambar-gambar. Dari mana gambar-gambar atau foto-foto ini diperoleh? Tentu saja kebanyakan dari media, baik online atau cetak. Dengan budaya yang sudah serba bebas ini, kita bisa melihat apa yang dilakukan atau diproduksi di Negara di benua lain atau di desa pelosok sekaligus tanpa bersusah payah menuju ke sana.
Saya jadi ingat ada sebuah akun twitter yang SOP-nya hanya men-twit foto-foto karya arsitektur yang menurut adminnya keren, tanpa penjelasan lebih lanjut tentang konsep, siapa arsiteknya, bagaimana konsteks bangunan tersebut, dsb. Dan admin akun tersebut benar-benar mengajak arsitek atau mahasiswa arsitektur untuk dengan bahasa misalnya seperti ini: “Mentok saat mendesain? Lihat foto-foto arsitektur yang keren ini dulu, yuk!”
Ini mengapa banyak arsitek menolak untuk diliput karyanya. Mereka bilang, “Takut dicontek.” Meski, saya tahu arsitek-arsitek tersebut memiliki perpusatakaan yang cukup lengkap berisikan buku-buku dan majalah-majalah yang bukan hanya menampilkan foto, tapi juga gambar denah, tampak, potongan, bahkan sampai dengan gambar detail. Saya juga yakin mereka secara rutin melakukan ‘riset’ tentang proyek-proyek terbaru di luar negeri.
Rupanya Alvin justru merasa tak harus banyak bertanya-tanya tentang kesamaan desain antara Mingle dan Triad. “Itu memang desain yang sama,” menurutnya. Dan ia juga menganggap tidak ada gunanya menyalahkan referensi atau media dalam kasusnya. Sebaliknya, ia justru berpikir jika penjiplakan ini terjadi di wilayah yang paling dekat, yaitu pada produsennya.
Secara kasat mata memang hampir tidak ada yang berbeda dari Mingle dan Triad. Namun bagi saya, saya mengenal Mingle terlebih dahulu, jauh sebelum menangnya Triad di good design award 2011, maka saya tentu akan berpikir siapa yang lebih dulu sebagai siapa yang memiliki desain tersebut terlebih dahulu. Teman saya, Anissa S. febrina bahkan pernah menulis tentang Alvin dengan foto dia duduk di atas Mingle, dan artikel tersebut diterbitkan pada Agustus 2009.
http://www.thejakartapost.com/news/2009/08/20/alvin-tjitrowirjo-being-young-being-idealistic.html
Tidak seperti yang saya bayangkan bahwa Alvin lalu akan marah-marah dan meminta kasus ini diperbesar melalui media, ia justru tidak banyak berbicara. Mungkin kemarahannya sudah ia lampiaskan dengan cara lain. Ia hanya mengatakan akan segera meminta penjelasan dari produsen kursi tersebut. Dugaannya adalah produsen ini tidak hanya memroduksi produk-produk yang didesain untuk brand produsen tersebut, tapi ia juga memroduksi untuk brand-brand lain di banyak Negara, karena produsen ini adalah salah satu produsen mebel rotan terbaik di Indonesia, bahkan mungkin di seluruh dunia, karena kita tahu industri rotan Eropa sudah di penghujung usianya sejak Indonesia menghentikan ekspor rotan. Kita bisa membaca di situs resmi good design award 2011 jika Triad dikatakan diproduksi oleh JANUS et Cie, bukan produsen yang membuat Mingle.
Mungkin ini juga yang membuatnya begitu berhati-hati. Mungkin saya pun harus berhati-hati dengan adanya tulisan yang saya buat ini. Dan saya tahu banyak desainer akan memilih untuk tidak berkomentar mengenai hal ini.
Sementara itu, yang Alvin lakukan adalah meregistrasi desain-desainnya. “Saya hanya tidak mau jika saya mempertanyakan kasus tersebut, kemudian hal tersebut malah menjadi bumerang karena orang tersebut mendaftarkan desainnya, sementara saya tidak,” ujar Alvin.
Saat saya sempat hampir melupakan pembicaraan ini, Janice Feldman justru semakin gencar melakukan marketing akan bench Triad yang ia akui sebagai desainnya itu pada acara 100% design Singapore 2013 lalu. Ivan Christianto, desainer produk, yang tidak sengaja melihat bench ini di acara tersebut, terheran-heran mengapa bench yang begitu mirip dengan Mingle terpajang dengan nama lain.
Penjiplakan sudah pasti salah, dan jika ada aturan hukumnya, seharusnya bersifat pidana. Jelas. Namun bagaimana kita bersikap terhadap penjiplakan atau orang yang menjiplak seringnya masih kabur. Beberapa ada yang memilih untuk mengikhlaskan, beberapa lagi ada yang memilih untuk menempuh jalur hukum. Bagaimana kita bersikap terhadap pihak yang menjual desain pun biasanya sangat lemah dan permisif, terlebih jika pihak tersebut adalah produsen yang sangat kuat dan ingin kita ajak kerjasama.
Namun jika benar Mingle dan Triad diproduksi oleh produsen yang sama dengan cara si produsen menjual desain Alvin ke Janice, serta memperbolehkan Janice untuk mengubah nama produsennya menjadi JANUS et Cie, tentu menjadi begitu mengesalkan karena dalam hal ini Janice mendapat good design award 2011. Maka membuktikan hal tersebut menjadi penting.
Yang sangat mencurigakan dari Janice Feldman ini adalah ia tidak hanya mendapatkan good design award 2011 dari Triad, tapi juga dari Amari High Back Lounge Chair, yang tertulis juga diproduksi oleh JANUS et Cie, dan sangatlah mirip dengan salah satu kursi karya Yuzuru Yamakawa yang sangat legendaris.
http://www.chi-athenaeum.org/gdesign/2011/furniture/654.html
Kebetulan pertama kali saya melihat kursi ini bukan di butik Yamakawa yang baru dibuka sekitar tahun 2011, tapi di rumah Han Awal, seorang arsitek senior. Siang itu Han duduk santai hampir tertidur di kursi kesayangan yang ia bilang sudah ia miliki tahunan. Bandingkan Amari dengan CL-261 SET(RB) Rest Chair karya Yuzuru Yamakawa ini. Mirip? Hanya mirip?
http://www.yamakawa-rattan.co.jp/products/en/category/designer/cl-261-setrb.html
Dari dua kasus ini maka saya simpulkan Janice Feldman tidak sama dengan desainer-desainer yang masih mudah terpengaruh dengan desain-desain desainer idolanya sehingga kemudian karya-karyanya terlihat mirip. Lebih dari itu, ia berani mendaftarkan produk-produk miripnya itu untuk mendapatkan good design award. Saya rasa ini begitu hebat. Dashyat.
Dan pada saat saya baru saja berbicara seakan-akan desain yang tidak orisinal datang dari desainer-desainer muda yang masih mudah silau akan desainer-desainer idolanya, fakta membuktikan Janice bukanlah orang ‘hijau’ di industri desain, seperti yang tertulis pada situs resmi JANUS et Cie.
“Janice Feldman, president and CEO of JANUS et Cie, has been a leader in the design industry since the company’s founding 35 years ago. A trained artist and interior designer schooled in graphic arts and industrial design, Feldman is renowned as a business maverick, a champion of great design, and a visionary in the field of sustainability and material innovation. Feldman opened her first JANUS et Cie showroom in the Pacific Design Center in 1978, and has since built the company from the definitive source for site, garden, and lifestyle furnishings into a full-service design resource with extensive and varied collections. Feldman plays an integral role in product development and has created numerous award winning collections. Recent additions are Amari, Arbor, Boxwood, Capsule, Suki, Triad, Whisk and Whiskey.”
Maka di dunia yang masih percaya pada nama besar ini, yang memang wajar karena reputasi terbangun oleh rekam jejak, akan lebih mudah jika kita meyakini jika Triad memang dirancang oleh Janice, begitu pula Amari. Kalau pun mau diperkarakan karena kita meyakini salah satu di antara Alvin atau Janice pasti menjiplak, kita pasti akan sulit sekali menerima jika desainer kenamaan dari Amerika Serikat yang sudah senior tidak sungkan memakai desain seorang desainer yang jauh lebih muda darinya dan berasal dari Negara berkembang.
Namun segala kemungkinan itu ada. Mencontoh, bisa dengan cara memandang ke atas, tapi juga bisa dengan menoleh ke bawah, atau ke kanan dan kiri. Ini mengapa meski masih pemula atau muda, tidak pernah ada alasan bagi desainer muda untuk merendahkan dirinya di hadapan desainer senior. juga tidak pernah ada alasan bagi desainer pemula untuk tunduk takluk kepada produsen atau label besar, bahkan bertaraf internasional sekali pun. Mungkin saat ini kita juga tidak perlu sedemikian berkiblatnya kepada good design award yang begitu tersohor namun kurang teliti. Namun bisa dipahami betapa sulitnya meneliti semua desain yang ada di muka bumi ini jika publikasi minim.
Namun dalam kasus ini Alvin sedikit lebih beruntung. Alvin boleh saja berasal dari negara berkembang di mana industri desain belum mapan. Mungkin perjalanan Alvin di dunia desain juga tidak sepanjang Janice, tapi Alvin punya dokumentasi-dokumentasi pre-2011 yang membuktikan jika Mingle sudah diproduksi, bukan cuma sudah didesain, dan sudah dipublikasikan secara umum dalam pameran-pameran, dan kebetulan diliput oleh media. Setahu saya, tiap penghargaan seperti good design award itu hanya memperbolehkan desainer untuk mengikutsertakan produknya yang diproduksi dan rilis selama tahun yang sama. Artinya, jika Triad dan Amari mendapatkan good design award 2011, bisa diasumsikan Triad dan Amari diproduksi dan rilis pada tahun 2011.
Di era bebas ini, inilah salah satu hukum yang harus ditempuh. Siapa cepat mengaku, dialah yang diakui. Meski langkah ini bagi desainer atau arsitek bisa menjadi pisau bermata dua karena menjadikan karyanya rawan ditiru, namun rupanya peniruan tidak berhenti melalui media saja. Jadi, apa lagi alas an untungnya menyimpan rapat-rapat desain untuk diri sendiri?
Dengan demikian, dokumentasi menjadi sangat penting. Kalau pun desain kita dijiplak bahkan dicuri sekali pun, setidaknya ada dokumen-dokumen yang membuktikan keabsahan desain kita. Sehingga kita bisa mengatakan, “Jauh sebelum produk kamu ada, produk saya sudah diliput oleh media. Dan inilah buktinya.”
Empat Jalan Mencuri Desain:
1. produsen
Dalam kasus Triad, jika benar, Janice Feldman tidak perlu terlalu banyak membaca majalah atau website desain untuk bisa mendapatkan ‘inspirasi’, tapi ia cukup datang atau menghubungi produsen, lalu minta diproduksikan produk yang ia sukai. Tentu saja ia bisa sedikit kreatif dengan mengatakan, “Warna abu-abu rasanya lebih bagus.” Maka pastikan anda bekerjasama dengan pabrik yang jujur, atau setidaknya buatkan kontrak yang tegas, sehingga anda pasti menang secara hokum jika ada hal-hal yang tidak dihendaki terjadi.
2. klien atau konsumen
Saya ingat teman saya bercerita. Saat ia mengantarkan produk mebelnya ke rumah konsumen, ia melihat ada begitu banyak kursi di rumah tersebut dalam jumlah satuan. Kira-kira mengapa begitu? Apakah ia seorang kolektor? Atau ia memang tidak menyukai hal-hal yang sifatnya satu set? PIkiran terburuknya adalah, “Jangan-jangan ia sedang mengumpulkan desain-desain yang ia suka untuk dijadikan sebagai prototype. Jangan-jangan ia ingin memroduksi ulang kursi-kursi tersebut.”
Kemungkinan itu ada. Kalau mau jujur, kita pun sering melakukan hal seperti itu. Datang ke rumah teman atau ke sebuah kafe, lalu suka dengan sesuatu yang ada di situ, lalu kita mengatakan, “Saya mau, ah, bikin seperti itu juga.” Saat desain kita sudah ada di rumah atau di tempat lain, tidak ada lagi yang bisa mengontrol apa yang akan terjadi setelah itu.
3. media
Media selalu menjadi tersangka dalam tiap penjiplakan. Walaupun terkadang selalu ada cara yang lebih mudah untuk menjiplak, namun media tetap menjadi tersangka utamanya. Mungkin memang seperti itu cara kerja desainer atau arsitek: melihat-lihat referensi. Maka jangan heran kalau mereka yang begitu terpengaruh apa yang ia baca dan lihat, kemudian ketakutan karyanya diliput oleh media.
4. teman
Well, who knows.
Karena jalan untuk mencuri desain begitu banyak, maka inilah sikap-sikap desainer:
- Meregistrasi tiap desainnya dan hanya mau memublikasian karyanya dengan cara tertentu yang bisa ia kontrol.
- Membuat desain dengan detail tertentu yang membutuhkan teknik dan craftsmanship tertentu, sehingga hanya ia yang bisa membuatnya, atau setidaknya begitu sulit ditiru. Maka penjiplakan akan mentok pada bentuk, bukan kualitas desain itu sendiri.
- Segera secepat mungkin mempublikasikan tiap desainnya agar meskipun mungkin dijiplak, tapi orang tahu siapa yang pertama kali membuat desain itu. Kesadaran ini sudah dimiliki desainer-desainer di Negara yang industry desainnya sudah kuat. Mereka selalu memiliki dokumentasi karyanya dengan rapi dan baik, dan selalu berusaha membuat karyanya sebanyak mungkin terpublikasi oleh media.
- Ikhlaskan. Ada desainer-desainer yang pada akhirnya selalu membuat edisi terbatas. Maka ia merasa jika desainnya ditiru, ia tak perlu pusing karena ia sudah sibuk dengan desain yang baru. Hal ini juga diyakini oleh Kurt Schutz, pemilik Aida Rattan. Ia yang dulunya selalu meregistrasi produknya, kemudian menganggap hal yang terpenting bukan menutup diri, namun bekerja sama dengan sebanyak-banyaknya desainer. Sehingga jika satu produk ditiru, ia selalu memiliki produk baru yang lain.